RamalanKarangan Upsr. Hal ini disebabkan kos melancong dalam negara yang secara relatifnya lebih murah daripada melancong ke luar negara. Bukan itu sahaja aktiviti melancong dalam negara merupakan aktiviti yang tidak melibatkan belanja yang besar dan kos yang tinggi. Karangan contoh kepentingan industri pelancongan kepada negara karangan tips.

Malay saya bertolak dari rumah English i'm leaving from home Last Update 2018-10-01 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Last Update 2022-08-07 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Last Update 2010-07-07 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Last Update 2010-07-07 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay kami bertolak dari rumah pada pukol 800 pagi Last Update 2023-01-27 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay pelajar lari dari rumah English students running away from home Last Update 2016-07-13 Usage Frequency 4 Quality Reference Anonymous Malay mereka bertolak dari rumah pada pukol 800 pagi English we left home at 800 am Last Update 2020-03-02 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay dihalau keluar dari rumah English drive out of the house Last Update 2020-08-07 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay bertolak dari hq ke gua angin English departing from hq to the wind cave Last Update 2022-11-01 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay apa maksud menjauhkan diri dari rumah English apa maksud stay away from my side Last Update 2020-12-03 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay bungkusan telah bertolak dari stesen j English parcel has departed from station j&t sbh_gateway02 Last Update 2021-07-12 Usage Frequency 1 Quality Reference AnonymousWarning Contains invisible HTML formatting Malay dari rumah awak pergi pejabat berapa jauh English god passes the test to our ability Last Update 2019-10-13 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay pemandangan menjelang waktu senja dari rumah saya Last Update 2019-06-23 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay saya masih batuk dan terus berkerja dari rumah English i'm still coughing Last Update 2022-02-19 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay kami menaiki beca dari rumah pada pukol 800 pagi English we depart from home at 800 am Last Update 2019-01-12 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay perjalanan ke pantaitersebut dari rumah saya mengambil masaselama setengah jam English the trip to the house from my house took half an hour of mascara Last Update 2018-03-05 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay perjalanan dari rumah saya ke hospital mengambil masa lima belas minit English the journey from my house to the hospital takes fifteen minutes Last Update 2013-06-08 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay ingin meminta kebenaran dari anda untuk membenarkan saya bekerja dari rumah English would like to ask permission from you to allow me to work from home Last Update 2021-09-15 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay saya keluar dari rumah untuk berehat dan menghirup udara yang segar dengan berjalan di tepi tasik English i came out of the house to relax and breathe fresh air by walking by the lake Last Update 2021-11-24 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous Malay mempromosikan penghataran berbayar di social media dengan menghatar sesuatu barang dari rumah penjual ke rumah pembeli English promote paid ratings on social media by flipping items from a seller's home to a buyer's home Last Update 2020-04-03 Usage Frequency 1 Quality Reference Anonymous SabdaTuhan kepada murid-murid-Nya di pantai danau Galilea 2.000 tahun yang lalu, terdengar nyaring sekarang ini pula, "Bertolaklah ke tempat yang dalam.!". Dengan kata-kata tersebut kita diajak untuk memberi makna mendalam pada peristiwa kebersamaan kita, ketika kita merayakan Tahbisan Uskup sebagai peristiwa iman Gereja.
Sabda Hidup Kamis, 2 September 2021, Kamis Pekan Biasa XXII “Ia berkata kepada Simon “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” Simon menjawab “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.”Luk 5 4 – 5 Kebanyakan dari kita pernah mengalami kegagalan dalam pelbagai macam bentuknya. Mungkin kita gagal menghidupi tujuan-tujuan yang telah kita tentukan dalam hidup. Dalam usaha-usaha kita mungkin apa yang telah kita investasikan tidak menghasilkan apa-apa. Pengalaman-pengalaman seperti itu dapat mengecilkan hati kita. Ada kegagalan yang terasa dalam jawaban Petrus dalam Injil hari ini. Ia mengeluh “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa.” Dan ketika ia merasakan ketidaklayakannya di hadapan Tuhan ia berkata “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Akan tetapi kegagalan bukanlah kata terakhir, sebab Tuhan dekat dan pasti akan membantu kita mengatasinya. Tuhan mengubah kegagalan pekerjaan semalam-malaman para nelayan di Genesaret itu dengan memberi mereka sejumlah besar ikan yang mereka tangkap. Ia juga memanggil Simon yang berdosa itu bekerja bersama-Nya, menjadi penjala manusia. Tuhan senantiasa bekerja dalam segala situasi, bahkan di situasi yang tidak menjanjikan, menumbuhkan kehidupan dari kehilangan dan kegagalan. Agar itu terjadi, kita tidak boleh menyerah pada keputusasaan. Kita perlu untuk selalu bertolak ke tempat yang lebih dalam mematuhi sabda dan perintah-Nya. Bacaan hari ini Kol. 19-14; Mzm. 982-3ab,3cd-4,5-6; Luk. 51-11.
1 Kerendahan hati untuk menjadi taat Ketaatan Petrus kepada perintah Yesus untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam membutuhkan kerendahan hati yang luar biasa. Petrua adalah seorang nelayan yang setiap hari berkarya di danau dengan perahu, jala, ikan dan musim-musimnya. Dia sangat mengenal betul kapan saat yang tepat untuk menangkap ikan. Apa yang dimaksud dengan Moral Katolik? Jawab Iman akan Kristus dalam tindakan faith in action Apa yang menjadi hakikat dan kekhasan Moral Katolik dibanding dengan pandangan moral secara umum? Jawab Moral katolik didasarkan pada iman akan pewahyuan Allah yang menjadi sumber pedoman untuk hidup baik dan benar. Sementara itu, moral secara umum didasarkan pada kemampuan akal budi untuk memahami yang baik dan buruk, benar dan salah. Apa yang menjadi tujuan dari Moral Katolik? Jawab Kekudusan dan persekutuan dengan Allah Apa sumber-sumber dari Moral Katolik? Jawab a Kitab Suci menjadi sumber utama alam seluruh moralitas Katolik yang memuat pewahyuan Allah yang ditanggapi dengan iman dan dilaksanakan dalam tindakan-tindakan moral. b Tradisi bagian dari kekayaan Katolisisme sebagai tanda proses perjalanan sejarah yang panjang dan kaya akan beragam kebijaksanaan yang didasarkan pada iman yang benar [contoh tulisan para pujangga Gereja, santo-santa, Summae Confessorum] c Magisterium merupakan ajaran sah Gereja Katolik yang menjadi pedoman hidup keseharian dengan berbagai kompleksitas, pertimbangan dan pemecahan [ Ensiklik Evangelium Vitae untuk martabat hidup manusia, Laborem Excercens untuk moral sosial, dll.] Apa prinsip-prinsip dasar dari Moral Katolik? Jawab Prinsip dasar moralitas Katolik ada pada keutamaan Kristiani yang mencakup Iman, harapan, kasih. bdk moralitas umum yang belandaskan pada keutamaan kardinal keadilan justitia, kebijaksanaan prudentia, penguasaan diri temperantia, keberanian fortitudo. Moral Katolik memiliki beberapa bidang pendalaman. Bagaimana karakteristik atau kekhasan dari masing-masing bidang pendalaman Moral Katolik tersebut? Jawab a Moral Keluarga dan Perkawinan mengatur hidup keluarga khususnya menyangkut pendidikan anak dan keharmonisan hubungan suami-istri [ penggunaan alat kontrasepsi, artificial procreation] b Moral Hidup mengatur bagaimana menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan yang harus dipelihara sejak awal hingga berakhirnya secara normal [ hukuman mati, assisted suicide, euthanasia, aborsi, privasi, peperangan, genetic engineering, human enhancement] c Moral Sosial mengatur hubungan satu orang dengan orang lain [manusia dengan ciptaan lain] sebagai ciptaan dan citra Allah yang memiliki martabat yang harus dibela dan diperjuangkan [ ketidakadilan, diskriminasi jender, rasisme, kapitalisme, sosialisme, komunisme, kemiskinan, perbudakan]. Penjelasan Lanjutan Moral selalu berhubungan dengan “tindakan manusia”. Moralitas adalah pedoman untuk bertingkah laku. Subjek dari moralitas adalah manusia itu sendiri senangkan yang menjad objek adalah tindakan manusia. Moralitas menentukan salah atau benar, baik atau buruk tindakan manusia. Nilai-nilai moral tertanam dengan baik dalam setiap kebudayaan manusia, persisnya dalam kearifan-kearifan wisdom lokal yang dituruntemurunkan dari generasi ke generasi. Moralitas dapat dikatakan sebagai hasil refleksi peradaban manusia akan diri dan tujuan hudup baiknya dalam dinamika perjalanan hidupnya. Dalam praktik Gereja awal, moralitas selalu dikaitkan dengan dosa sehingga moralitas erat kaitannya dengan sakramen pengampunan dosa. Teologi moral kala itu berkutat pada punisment atas dosa-dosa setiap orang berdasarkan kriteria berat dan ringan. Bangsa Celtik atau para peniten abad pertengahan membentuk literatur teologis yang unik dan memukau. Tradisi penitensial bermula di Irlandia dan disebarkan ke wilayah Kontinen oleh para biarawan missionaris dari Irlandia. Hal ini semakin subur dari abad ke-6 hingga ke-10. Secara singkat dikatakan bahwa penitensi-penitensi berisi daftar dosa yang akan langsung dikaitkan dengan denda. Salah satu contohnya terdapat dalam The Penitential of Theodore Jika seseorang mencuri dari gereja, maka ia harus menggantinya empat kali lipat; jika dari orang biasa, dua kali lipat. Penitensi-penitensi The Penitentials digunakan sebagai pedoman administrasi dalam sakramen pengampunan dosa. Penitensi-penitensi tersebut memampukan para pengaku untuk menentukan bentuk spesifik dari dosa tertentu dengan hukuman tertentu. Praktik ini mulai dilakukan di Irlandia dan Kontinen Alpen Utara. Pengakuan publik praktis hanya dilakukan di Roma. Penitensi-penitensi memegang peranan penting dalam Kristenisasi khususnya di Irlandia dan Inggris dan kemudian di Eropa Utara dan Tengah. Asalnya dari kebudayaan Celtik. Teologi moral menjadi semakin sistematis setelah munculnya Summa Theologiae Thomas Aquinas pada abad ketigabelas. Teologi menjadi sangat sistemantis dalam Summa Theologiae. Hal ini terjadi karena dipengaruhhi oleh lingkungan di mana teologi kini berkembang universitas. Kini teologi berada di bawah keuskupan bukan biara; lebih berciri urban bukan rural; lebih berambisi intelektual daripada bertujuan religius atau monastik. Sejak tahun 1200 universitas-universitas mulai mengartikan diri secara unik sebagai “sebuah komunitas terpelajar dari para guru dan cendekia, universitas societas magistrorum discipulorumque”. Universitas-universitas mencoba untuk menghindari kontrol baik dari kerajaan, maupun dari kepausan. Salah satu yang sungguh independen pada saat itu adalah University of Copleston. Hal ini memberi ciri tertentu bagi teologi yang berkembang pada abad ketigabelas, yakni independensi teologi dari kepausan dan kerajaan/negara. Teologi yang berkembang pada abad ini juga adalah produk para anggota Dominikan dan Fransiskan. Selain itu, teologi yang dihasilkan pada abad ini lebih untuk kepentingan intelektual, dan bukan pastoral. Para kaum terpelajar mulai membaca sumber-sumber non-Kristiani, khususnya tentang Yahudi dan Islam. Mulai dibedakan antara agama dan teologi, antara filosofi dan pengalaman manusiawi. Pada masa ini, teologi dipahami sebagai upaya untuk menemukan pola-pola teratur dan makna inheren dalam doktrin-doktrin yang membentuk hidup keagamaan Eropa Barat. Thomas Aquinas menuliskan bahwa dalam diri setiap manusia, Allah “memateraikan” imprint pengetahuan-Nya Summa Theologiae 1a, ad 2. Dengan mengatakan ini, Aquinas mau menekankan bahwa tujuan akhir manusia adalah Allah sendiri, kekembalian manusia kepada Allah dengan cara menampilkan ciri keilahian yakni kebaikan dalam hidup sehari-hari. Pada level tertentu, moral katolik tidak berhenti pada hubungan dengan manusia. Sebaliknya, ia sampai pada hubungan dengan Allah science concerned with God sebagai sumber, teladan, dan tujuan tindakan manusia. Allah menjadi tujuan utama telos tindakan manusia. Setelah Konsili Vatikan II Setelah Konsili Vatikan II, muncul muncul teolog-teolog moral seperti Bernard Häring, Karl Rahner, Bruno Schüller, Josef Fuchs, Richard McCormick, dan Charles Curran. Para penulis ini memiliki pengaruh yang besar di kalangan moralis Katolik kontemporer. Mereka ini mencoba untuk mengontekstualisasikan teologi moral sesuai dengan zamannya. Bernard Häring Tulisan Häring, The Law of Christ, menekankan pentingnya tanggapan terhadap undangan Allah, konversi, dan keteguhan hati mengikuti Kristus demi keselamatan jiwa-jiwa. Disertasinya yang berjudul Das Heilige und das Gute, adalah studi atas karya Max Scheller dan Rudolf Otto. Dalam disertasi tersebut ia meneliti hubungan antara kebebasan dan rahmat dari sudut pandang yang kudus dan yang baik. Pada tahun 1978, Häring menerbitkan sebuah karya sistematis yang berjudul Free and Faithful in Christ. Karya ini merupakan kelanjutan dari The Law of Christ, tetapi juga berisi perkembangan kematangan pikiran penulis. Karya ini berisi asal-usul teologi Moral, pemurnian dalam hal tanggung-jawab, dan konsep mengenai hukum kodrat. Dalam konteks hukum kodrat ini, ia menegaskan pentingnya pandangan mengenai posisi normatif dalam teologi moral. Maka untuk mengurai hal ini, ia kembali pada Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Penggunaan Kitab Suci untuk menilik kembali visi Kristiani mengenai teori etis adalah sebuah inovasi baru dalam kalangan para teolog kontemporer kala itu. Baginya, hukum kodrat bukan sekadar doktrin filosofis sebagai fondasi teologis, melainkan sebagai doktrin teologis yang berpangkal dari penciptaan. The natural law dan the new law keduanya ada dalam pewahyuan. 2. Karl Rahner Upaya pokok Rahner adalah merelokasi teologi moral menjadi teologi sistematis dengan mengelaborasi antropologi teologis. Dalam Foundations of Christian Faith ia menuliskan “… very many individual moral norms which are binding on Christians reflect structures which belong to concrete reality which is different from God. Social justice and certain norms of sexual morality are in the first instance descriptions of the structures of created reality, of finite, conditioned and contingent realities, and they are descriptions which have been transposed into normative language”. Ia memberi penekanan pada kondisi kemungkinan bagi setiap individu untuk membangun hubungan yang kaya dan makin dewasa dengan Allah dalam perjuangan menjadi apa yang seharusya bisa mereka buat. Dia juga menekankan pendekatan empiris terhadap norma-norma moral konkret . Pemahamannya mengenai hubungan antara kodrat dan rahmat, iman dan akal budi, filsafat dan teologi dengan jelas mengubah rasa dan aliran teologinya. Penerimaannya terhadap tradisi Kantian dan filsafat modern berubah pada subjek yang memampukannya merangkul posisi-posisi yang tak bisa dijangkau oleh para neo-Thomist. Etika, teologi rahmat, dan teori tentang pribadi yang dikembangkannya sungguh sangat berlawanan dengan para neo-Thomist. 3. Bruno Schüller Bruno Schüller adalah seorang teolog Jesuit Jerman yang juga menjadi kritikus manual neo-Thomist. Dalam Gesetz und Freiheit, ia mengkritisi pandangan para manualis tentang hukum Ilahi. Bagi Schüller, manual-manual tradisional sama sekali tidak berkaitan dengan etika filosofis dan hukum Gereja. Baginya, ada dua karakteristik teori moralitas 1 teori moralitas mengkaji tentang tuntutan-tuntutan moral yang bisa dibenarkan secara moral lantaran kodrat, sehingga mengambil jarak dari setiap bentuk positivisme moral; 2 teori moralitas mengandaikan adanya sumber insight yang logis terhadap tuntutan-tuntutan moral bagi akal budi ratio, sejauh akal budi ini dibedakan dari iman fides”. Bagi Schüller, moralitas adalah hasil dari dua aspek fundamental eksistensi manusia keterciptaan creatureliness dan kebebasan freedom. Keterciptaan mengindikasikan ketergantungan yang menjadi ciri eksistensi manusia; kebebasan dan kepribadian personhood merefleksikan independensi eksistensi manusia. Kehadiran keduanya menjadi ciri manusia yang melahirkan kewajiban moral das unbedingte Sollen, die Notwendigkeit des Sollens. Ada tiga istilah kunci yang digunakan oleh Schüller sebagai pusat moralitas kewajiban tak bersyarat dari hukum das unbedingte Sollen des Gesetzes, hukum ilahi Gesetz Gottes dan hukum das Gesetz. 4. Josef Fuchs Pada tahun 1955, Fuchs menerbitkan Natural Law, yang mengindikasikan kedekatannya dengan neo-Thomisme. Pada tahun 1970, ia menerbitkan Human Values and Christian Morality yang menekankan karakter teologis hukum kodrat. Baginya, elemen hukum kodrat adalah elemen-elemen aturan moral supranatural. Hukum Kristus tidaklah dilihat sebagai yang material. Kristus tidak dilihat sebagai pemberi hukum yang baru. Sebaliknya, Kristus adalah prinsip yang menjiwai animating principle dalam tindakan moral orang-orang Kristiani. Hal inilah yang membedakannya dari pendekatan para neo-Thomist. Fungsi penjiwaan Kristus ada dalam rahmat dan karya Allah dalam diri setiap insan; dan bukan dihubungkan dengan hal-hal yang berciri psikologis. Pribadi Kristus berkarya dalam semangat cinta dan penebusan dalam hidup setiap insan. 5. Richard McCormick Richard McCormick adalah teolog moral paling berpengaruh di Amerika. Dalam “Human Significance dan Christian Significance”, McCormick merumuskan lima premis yang dipegang oleh mayoritas teolog moral Katolik keutamaan kasih, interioritas esensial hukum dalam Perjanjian Baru, eksistensi hukum kodrat, hubungan antara hukum kodrat dan moralitas injili, dan penolakan terhadap moralisme. Bagi McCormick, norma-norma moral adalah pernyataan mengenai “value” dan “disvalue”. “Value” adalah kesempatan bagi setiap orang untuk mekar berseri. “Value” inilah yang menjadi maksud dari objek moral, yakni yang mencakup hal-hal konkret dalam hidup manusia. McCormick mencatat ada tigabelas elemen kunci dalam kisah Kristiani, seperti “God is the author and preserver of life”, dan “in Jesus’ life, death and resurrection we have been totally transformed into new creatures, into a community of the transformed”. Agar bisa mendunia, kisah Kristiani perlu ditatapkan pada nilai dan makna sebagai ekspresi dari kedekatan natural dunia nyata. Etika teologis perlu menghubungkan ungkapan kultural dari nilai-nilai dasar manusia dengan visi yang didasarkan pada kisah Kristiani Christian story. 6. Charles E. Curran Charles E. Curran adalah seorang teolog Katolik sangat berpengaruh di Universitas Katolik Amerika. Model etis yang dia kembangkan ialah relasionalitas dan responsibilitas. Hal ini ada kaitannya dengan pendahulunya, Bernard Häring. Namun, ia juga banyak mengacu pada karya-karya Richard Niebuhr, The Responsible Self. Dalam relasionalitas dan responsibilitas, Curran menawarkan alternatif ketiga moralitas selain daripada teleologi dan deontologi. Ia menuliskan, “Misteri salib dan paskah mengingatkan kita bahwa tujuan atau akhir hidup kita tidaklah berada di tangan kita. Sebagai orang-orang Kristiani, kita hidup dalam harapan bahwa yang jahat dan berbagai permasalahan terkini dapat diubah oleh kuasa Allah dan seutuhnya berubah menjadi keutuhan hidup”. Bagi Curran, keutamaan-keutamaan, tujuan hidup, penilaian moral orang-orang Kristiani akan membangkitkan cara hidup autentik dari setiap pengikut Kristus. Ia mengangkat lima misteri Kristiani penciptaan, dosa, inkarnasi, penebusan, dan kebangkitan. Pendirian ini akan memancarkan terang bagaiman orang-orang Kristiani memaknai kematian, akan makna misteri paskah, dan dengan demikian membangkitkan sikap, disposisi dan tujuan khas dari perspektif Kristiani. Misteri Kristiani inilah yang akan membentuk cara pandang orang Kristiani terhadap dunia. Bagi Curran, doktrin mengenai penciptaan, dosa, inkarnasi, penebusan, dan kebangkitan memampukan setiap orang Kristiani untuk melihat dunia senyata-nyatanya yakni sebagai “yang tercipta, yang berdosa, dan yang tertebus”. Dengan demikian, setiap orang Kristiani diharapkan bisa menguraikan aturan moral manusia historis dalam terang “kisah, simbol, dan pemahaman-diri Kristiani”. Baginya, keyakinan teologis akan membentuk dimensi subjektif dan objektif dalam dunia orang-orang Kristiani. Sumber Gallagher, John A. Time Past, Time Future. An Historical Study of Catholic Moral Theology. New York Paulist Press, 1990. Honoré, Tony. “The Necessary Connection between Law and Morality”, Oxford Journal of Legal Studies, Vol. 22, No. 3 Autumn, 2002, pp. 489-495, , 3600656 New Catholic Encyclopedia. “Method of Moral Theology”, The Gale Group Inc., 2003 O’Callaghan, Denis. “Theology 6 Law and Morality”, The Furrow, Vol. 22, No. 6 Jun., 1971, pp. 350-362, Salzman, Todd A. Method and Catholic Moral Theology. Nebraska Creighton University Press, 1999. Weaver, Darlene Fozard. The Acting Person and Christian Moral Life. Washington Georgetown University Press, 2011. JAKARTA Presiden Joko Widodo akan meninjau sejumlah infrastruktur jembatan dan jalan nasional di Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Rabu (6/7/2022).. Dilansir dari laman Sekretariat Kabinet (Setkab), Jokowi bertolak menuju Kota Gunungsitoli untuk mengawali kunjungan kerjanya (kunker) ke Sumut.. Pesawat ATR-Pelita Air yang membawa Presiden dan rombongan lepas landas dari
Bertolak ke Tempat yang Lebih Dalam in altum ducere adalah sebuah situs yang berisi refleksi filsafat dan teologi atas beragam fenomena. Manusia ibaratnya pelaut yang harus “bertolak ke tempat yang lebih dalam” untuk mendapatkan pengalaman yang mengesankan sekaligus mengalahkan dirinya untuk tidak berpuas diri menjadi “manusia rata-rata”, tetapi menjadi dirinya yang sejati. Ombak di “laut dalam” lebih besar dan menantang ketimbang di area pesisir. Orang yang menyadari bahwa hidup adalah petualangan life is an adventure pasti memilih untuk menghadapi ombak yang lebih besar. Kelak ia akan mensyukuri tindakan keberaniannya itu. Filsafat dan teologi bukan lagi konsumsi para teolog dan filsuf, melainkan kebutuhan semua orang, yang hidup di era teknologi-globalisasi dengan melonjaknya indeks infotech dan biotech, yang kian terbuai oleh semilir angin pantai namun lupa akan ombak besar di tengah lautan sana. Mari menantang diri di tengah “kenikmatan semu” jamuan teknologi-globalisasi. Be brave dan bertolaklah ke tempat yang lebih dalam!
Yesusberkata kepada Simon, "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." DALAM bacaan Minggu lalu (Lukas 4:21-30), kita berjumpa dengan Yesus Kristus yang mengajar banyak orang di sinagoga di Nazareth. Hari ini kita membaca bahwa Yesus menghadapi banyak orang di danau dan di sana Ia mengajar mereka.
Saudara/saudariku terkasih, Tiga bacaan hari ini menampilkan tiga tokoh yang, kalau kita mau selamat akhirat dan bahagia di dunia mulai besok pagi, wajib kita teladani Nabi Yesaya, Rasul Paulus, dan Simon Petrus dkk. Mereka merendahkan diri mereka di hadapan Tuhan, mengosongkan batinnya, dan siap mengikuti Yesus. Kata Yesus kepada Simon Petrus, duc in altum, bertolaklah ke tempat yang lebih dalam. Apa reaksi Simon Petrus? Ini alur perubahannya. Pertama, ketika awalnya dia melihat Yesus menaiki perahunya, dia tersungkur melihat Yesus dalam perasaan kerendahan dan kehinaannya. Bagaimana dengan kita? Tentu kita kita tidak sebaik Simon Petrus. Masih baik dia menyadari Tuhan menaiki perahunya. Kita sering terlalu asyik dengan kesenangan duniawi kita sehingga alih-alih merendah dan tersungkur, sadar akan kehadiran-Nya saja tidak. Kita tahu jam kerja dimulai pukul tetapi lebih sering kita baru buka komputer jam Kita yakin virus sudah menyebar luas hari ini 36 ribuan, dan kita warga atau pimpinan unit atau anggota gugus tugas, tapi “sengaja lupa” menjaga jarak. Lupa yang sengaja, lupanya zaman now. Kita tahu hari ini seragam apa, tetapi kita pura-pura mati lampu sehingga salah mengeluarkan baju dari lemari, termasuk saya. Kita paham harus berbahasa Inggris karena itu penting agar sekolah ini diminati, tetapi kita malas untuk itu dan tidak merasa bersalah. Kita sering gagal melihat kebaikan-kebaikan sehari-hari sebagai bentuk nyata kehadiran Tuhan. Kita paham harus mengajar secara benar, tetapi RPP saja kita bikin ala kadarnya, padahal kita masih mampu membuatnya lebih baik, ada waktu, ada sumber daya, dan kita tidak merasa bersalah. Boro-boro kita menyadari kelemahan diri, anak yang tidak bisa mengerjakan soal di papan tulis saja kita beri omelan seolah dia serba salah tanpa berpikir sedikitpun bahwa dia seperti itu karena cara kita membimbing dan mengajar masih banyak kekurangannya. Boro-boro tersungkur merendah di hadapan Tuhan, Kitab Suci di rak, simbol suci serta gambar orang kudus, serta foto orang tua yang ada di dinding kos-kosan anak muda saja sering serasa diajak menonton pasangan muda itu berpacaran entah seperti apa tanpa berpikir hari esok. Rupanya tulang kita zaman now sudah tidak ada sendinya untuk membungkuk apalagi tersungkur di hadapan kebesaran Tuhan. Kedua, Simon Petrus mempertanyakan perintah Yesus. Dia memang tersungkur merendah, namun pada saat yang sama arogansi kemanusiaannya mengemuka sehingga hatinya campur-aduk antara merendah atau membantah Yesus dengan sempat-sempatnya protes dan mempersoalkan bahwa mana mungkin di siang bolong mereka bisa mendapatkan ikan, sedangkan semalam-malaman mereka kerja keras, tidak mendapatkan apa-apa. Akan tetapi, rasa rendah dirinya di hadapan Tuhan, iman kepasrahannya kepada Tuhan jauh lebih kuat dibandingkan rasionalitas kemanusiaannya. Rasionalitas kalah. Iman menang. Dia bertolak ke kedalaman. Lalu bagaimana dengan kita? Rasionalitas salah sering menguasai kita. Iman justru kalah. Misalnya, mindset ini “Saya hanya seorang perantau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara.” Rasa sebagai perantau, tamu di tanah orang, terbawa-bawa terus. Kita menjadi orang asing di RT/RW, tidak merasa sebagai warga penuh yang ikut menjaga kehidupan yang baik. Mengumpulkan surat domisili, misalnya, menjadi beban bagi kita karena harus mencari Ketua RT, RW, Kepala Desa, dst. Rasa keterasingan itu terbawa sampai ke Lingkungan, Wilayah, OMK dan kelompok kategorial, serta di tingkat Paroki. Di gereja ada yang mungkin merasa sebagai tamu tulen. Alih-alih kita membawa pembaharuan dalam kehidupan paroki, ketika beribadat saja kita lebih asing dari tamu, yakni hanya penonton, sehingga kita tidak menjawab dialog misa, tidak menyanyi, tidak pernah menjadi petugas liturgi dst. selain yang digerakkan atas nama Sekolah. Dengan itu, kita merasa belum waktunya menjalankan tugas perutusan sebagai murid Yesus. Apalagi kalau usia masih muda. Apalagi kalau belum married. Lalu kapan dan di mana kita akan bisa menjadi tuan bagi hidup dan lingkungan sosial kita untuk menempatkan diri dalam tugas perutusan? Kalaupun suatu ketika kita pensiun atau pindah dari sini, hidup kita saat itu di tempat itu tergantung pada hidup kita saat ini di tempat ini. Sesungguhnya yang kita jalani di tempat kerja atau di RT/RW atau di Paroki bukan persiapan hidup, melainkan hidup itu sendiri, karena usia kita tidak di-freeze, melainkan jalan terus. Marilah kita membuka diri kita dan hati kita akan kehadiran Tuhan lewat orang-orang di sekitar kita, apapun agamanya, sukunya, profesinya, dst. Kita hidup dengan saudara-saudara kita itu; yang di kampung hanya akar rumput yang lama-lama juga akan asing dengan kita. Yesus ada di sini, saat ini, tidak menunggu nanti. Mari kita buka hati dan melaksanakan tugas perutusan kita sekarang dan di sini. Tugas perutusan itu tidak harus dalam arti pergi ke benua lain sebagai misionaris untuk hidup dan mewartakan kabar sukacita secara selibat. Tugas perutusan adalah menjalani hidup dengan benar untuk diri sendiri dan bersama orang-orang di kiri, kanan, depan, dan belakang kita. Itu yang paling mudah. Ketiga, Simon Petrus akhirnya bertolak bergeser ke tempat yang lebih dalam dan menebar jala di siang bolong. Istilah siang bolong menggambarkan ironi keanehan dari sisi rasionalitas manusia. Kita juga sering menyebut kesadaran atau tindakan yang terlambat dan kelihatan akan sia-sia sebagai mimpi di siang bolong. Ternyata mindset itu harus diubah. Tidak ada kata terlambat, tidak ada kata telanjur basah. Yang namanya pembaharuan diri itu tidak kenal waktu. Begitu disadari, langsung berubah. Percayalah, kalau kita berubah, ikan yang kita jala akan berlimpah. Jangan berlama-lama membuang waktu dengan rasionalitas ego kita. Kalau selama ini kita enggan membaca Kitab Suci dan membuat renungan hanya karena kewajiban, itu pasti kurang membawa manfaat bagi perbaikan diri kita. Sudah nyata-nyata buang waktu, tapi karena kita kurang melandasi tindakan kita dengan kesungguhan dan kesadaran yang benar, maka hasilnya bagi peningkatan khazanah spiritual kita sangat minim. Itulah yang digambarkan dengan kenyataan Simon Petrus yang sibuk semalam-malaman tanpa hasil, karena tidak dengan fondasi keyakinan akan kuasa Tuhan. Beberapa contoh lain hidup kita yang hanya buang-buang waktu bagai menebar jala di tempat yang dangkal antara lain misalnya 1 Mengerjakan sesuatu asal jadi, yang penting ada yang bisa ditunjukkan ke atasan. Kita pasti tidak bertumbuh dalam cara kerja itu. 2 menerima tugas mengajar tetapi gagal menyenangi dunia anak-anak. Yang seperti ini hanya akan buang-buang waktu dan sekedar mendapatkan gaji bulanan, yang bukan apa-apa di mata Tuhan, dan bukan apa-apa untuk kekayaan kualitas hidup spiritual. 3 jatuh cinta dan menjalani hidup sebagai pacar satu terhadap yang lain tetapi tidak kunjung ada titik terang ke mana hubungan mau dibawa selain untuk mengisi rasa kesepian. Masih banyak contoh lainnya. Kesemuanya itu membutuhkan tindakan banting setir kita, ngeden mengeluarkan tenaga terbesar kita untuk bangkit dan melawan kenyamanan semu itu, menata kembali semuanya, dan memindahkan perahu kita ke tempat yang lebih dalam, melakukan segala sesuatu secara lebih berisi dan memandang ke depan. Mari berhenti berputar-putar tanpa juntrungan di air yang cetek, berhenti bekerja atau bertindak hanya demi hal dangkal di permukaan misalnya sekedar memenuhi kewajiban, bagi yang muda berhenti menghabiskan hari ini tabungan bahagia hari depan supaya pada waktunya nanti bahagia itu masih ada. Mari kita hidup secara lebih berisi. Itulah makna duc in altum. Ternyata, untuk maju dalam hidup itu dibutuhkan program kerja pribadi. Program kerja adalah uraian dari tujuan. Tujuan adalah uraian dari misi pribadi. Misi pribadi adalah uraian dari visi. Kalau itu semua kita sempatkan untuk disusun dengan permenungan yang mendalam, dan menggetarkan jiwa kita untuk mendapatkan apa yang kita impikan, maka program kerja pribadi itu akan menjadi hidangan yang lengkap di meja perjamuan. Akan tetapi … sebuah hidangan tidak bisa tiba-tiba ada di meja hidangan. Hidangan di meja makan itu adalah wujud kepiawaian manajerial kita. Dibutuhkan kompetensi spiritual untuk mengerjakan hal-hal manajerial itu. Kompetensi spiritual ibarat segala yang kita lakukan di dapur sampai hidangan dikemas dan diantar ke meja perjamuan. Kompetensi spiritual itu kita dapatkan hari ini. Yesaya MAU diutus. Paulus MAU diutus. Murid-murid Yesus MAU diutus. MAU adalah singkatan dari M Merendahkan diri di hadapan Tuhan, memasrahkan segalanya kepada Tuhan, percaya, tanggalkan kesombongan ego, berani telanjang sejujur-jujurnya di hadapan Tuhan. A Ada keterbukaan hati agar Tuhan masuk ke dalam diri kita. Kalau berdoa, jangan cepat-cepat ingin berbicara dan mendikte Tuhan, tetapi dengarkan dulu suara Tuhan. Kalau bertindak, ingat Tuhan, ingat sesama, ingat orang tua kita, ingat orientasi masa depan kita, ingat anak/istri/suami, dst. U Usaha meninggalkan kenyamanan semu, tanpa syarat. Kalau ragu, kembali ke M dan A. Semoga bermanfaat.

Onlinedisinhibition effect dapat dibagi menjadi dua arah yang berlawanan, yaitu benign disinhibition dan toxic disinhibition. Benign disinhibition adalah ketika seseorang lebih terbuka untuk membagikan hal personal tentang dirinya, membagikan perasaan emosi yang sedang ia rasakan, dan menunjukkan aksi kebaikan serta kemurahan di dunia maya

Minggu, 7 Februari 2016 Minggu Biasa V Yes 6 Mzm 138 1Kor 151-11; Luk 51-11 Yesus berkata kepada Simon, “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” DALAM bacaan Minggu lalu Lukas 421-30, kita berjumpa dengan Yesus Kristus yang mengajar banyak orang di sinagoga di Nazareth. Hari ini kita membaca bahwa Yesus menghadapi banyak orang di danau dan di sana Ia mengajar mereka. Kita dapat membayangkan bahwa bagi orang-orang ini, danau adalah segalanya air, ikan, makanan, transportasi, obyek keindahan dan kontemplasi. Namun bagi Yesus, danau dapat menyatakan misteri iman dan rencana ilahi. Di danau, Ia hendak membantu kita mengerti begitu banyak hal yang merupakan bagian dari kehidupan dalam perspektif iman. Pertama-tama, Yesus Kristus mengajar kita dengan memasuki perahu Simon dan menyuruhnya untuk bertolak ke tempat yang dalam dan menebarkan jalanya. Reaksi Simon mungkin juga menjadi reaksi kita. Tentu Simon lebih tahu dengan baik keadaan danau dibandingkan Yesus. Maka wajar bila SImon berkata kepada-Nya, “Guru, sudah sepanjang malam kami bekerja mencari ikan namun tidak menangkap apa-apa. Namun karena Engkau yang memintanya maka kuterbarkan jala juga. Kita lihat apa yang terjadi.” Simon gelisah dan lelah sudah sepanjang malam gagal mencari dan mendapatkan ikan, namun Ia tetap percaya kepada perkataan Yesus. “Karena perintah-Mu, maka kami terbarkan jala juga!” Di sini kita belajar untuk mendengarkan sabda Yesus dan menerima perintah-Nya, bahkan saat kita mengalami kekecewaan dan kegagalan. Yesus meminta kita untuk sesuatu yang membutuhkan iman dan melawan kesukaan kita pribadi. Kedua, Yesus Kristus hendak mengajar kita tentang kerendahan hati dan ketaatan untuk mewartakan sukacita Injil. Ketika Yesus Kristus melakukan sesuatu yang istimewa dalam hidup kita seperti yang dialami Simon, mungkin kita juga berkata, “Tuhan pergilah dari pada-Ku, sebab aku ini seorang berdosa!” Namun Yesus memanggil kita untuk bersaksi tentang sukacita Injil. Ia akan berkata pula kepada kita, “Jangan takut, Mulai sekarang Engkau akan menjala manusia!” Dalam Adorasi Ekaristi Abadi sementara kita menyembah Yesus Krsitus kita belajar bertolak ke tempat yang dalam di kehidupan kita. Di sana kita juga hendak mendengarkan sabda-Nya dan melakukan kehendak-Nya. Tuhan Yesus Kristus, sejak kami mulai relfeksi ini, kami merasakan Engkau mulai masuk ke dalam kapal kehidupan kami. Kami bertolak ke tempat yang dalam, jauh dari semua keprihatinan harian. Kami bertolak ke tempat yang dalam jauh dari hal-hal harian, untuk mendengarkan Engkau saja. Semoga kami menjadi sungguh-sungguh rendah hati dan penuh syukur sebab Engkau akan menghabiskan waktu-Mu untuk bersama kami secara pribadi dalam Sakramen Mahakudus kini dan selamanya. Amin. Kredit foto Ilustrasi Ist
Begitulahbunyi tema rekoleksi para guru dan pegawai SD St Maria Muntok yang diselenggarakan pada 31 Maret-1 April 2022 yang lalu. Secara sederhana namun bermakna, itulah yang terjadi saat komunitas sekolah penggerak tersebut mengunjungi kota Sungailiat yang berjarak kurang lebih 137km dari pusat kota Muntok. 9bTE.
  • q9g7h9dkgy.pages.dev/81
  • q9g7h9dkgy.pages.dev/158
  • q9g7h9dkgy.pages.dev/388
  • q9g7h9dkgy.pages.dev/205
  • q9g7h9dkgy.pages.dev/63
  • q9g7h9dkgy.pages.dev/141
  • q9g7h9dkgy.pages.dev/122
  • q9g7h9dkgy.pages.dev/171
  • q9g7h9dkgy.pages.dev/122
  • bertolak ke tempat yang lebih dalam